Kamis, 18 Agustus 2016

Tarif KRL Jabodetabek Naik Rp1.000 per-1 Oktober

PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) menaikkan tarif seluruh relasi Commuter Line | PT. Solid Gold Berjangka Cabang Palembang

PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) menaikkan tarif seluruh relasi Commuter Line Rp1.000. Tarif baru akan berlaku 1 Oktober 2016.

PT. Solid Gold Berjangka Cabang Palembang

Direktur Utama PT KCJ M Fadhil mengatakan, kenaikan tarif baru ini sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No 35/2016 tentang tarif angkutan orang dengan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi untuk melaksanakan kewajiban pelayanan publik.

Selain itu, lanjut Fadhil, kenaikan harga tarif ini juga sudah mempertimbangkan kemampuan daya beli masyatakat yang semakin meningkat dan pelayanan KRL yang semakin baik.

"Jadi tarif untuk 25 kilometer pertama dari Rp2.000 menjadi Rp3.000 atau naik Rp1.000. Sementara untuk 10 kilometer berikutnya berlaku kelipatan tetap sama yaitu Rp1.000," kata Fadhil di Gedung Jakarta Railway Center, Jakarta Pusat, Kamis (18/8/2016).

Seiring dengan kenaikan harga ini, Fadhil mengaku jika KAI akan meningkatkan pelayanan dan jasa. Salah satu langkah konkret adalah dengan memperpanjang rangkain KRL yang sebelumnya delapan gerbong menjadi dua belas rangkain kereta.

"Perpanjangan rangkaian juga diikuti dengan pembangunan prasarana, stasiun berupa perpanjangan peron, pembuatan sejumlah fasilitas disabilitas untuk melengkapi yang telah ada," pungkas Fadhil.

Kenaikan Tarif KRL Imbas Perbaikan Stasiun | PT. Solid Gold Berjangka Cabang Palembang

Disisi lain kenaikan ini sangat tidak pantas, lantaran Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ) dianggap belum meningkat fasilitas. Karena kepastian waktu, penumpukan penumpang, hingga gangguan perjalanan kerap terjadi di KRL.

Kajian secara menyeluruh harus dilakukan terhadap kenaikan agar nantinya tidak merugikan penumpang. Terlebih untuk memancing masyarakat untuk menggunakan transporatasi umum, diperlukan tarif yang murah.

Perbaikan yang dilakukan di sejumlah Stasiun Kereta Api Jabodetabek harus mengorbankan penumpang KRL. Pasalnya, perbaikan ini membuat tarif KRL menjadi naik Rp1.000.

"Bagaimanapun transportasi itu harus mengedepankan nilai sosial bukan nilai komersial," jelasnya.

Belum lagi soal integritas dengan Transjakarta, lanjut Nirwono, perlu dilakukan demi membuat masyarakat menjadi nyaman dan tertarik menggunakan transportasi umum. Saat ini, baik Transjakarta maupun KRL masih mengedepankan ego menunjukan siapa yang lebih baik.

"Semestinya pemerintah pusat bisa memprediksi jumlah penumpang, jadi tidak ada alasan bila PSO kurang," tutur Nirwono kepada SINDO, Kamis 18 Agustus 2016.

Pengamat Transportasi Universitas Trisakti, Nirwono Jogo menilai, kenaikan tarif sangatlah tidak pantas dan relevan. Adanya Public Service Obligation (PSO) atau subsidi untuk KRL yang mencapai Rp1,8 triliun selama tahun 2016 semestinya bisa menutupi kekurangan.