Selasa, 16 Agustus 2016

Ngelesnya mantan sekretaris MA Nurhadi dalam kasus suap Lippo Group | PT. Solid Gold Berjangka

PT. Solid Gold Berjangka

PT. Solid Gold Berjangka - KPK pun sudah menggeledah rumah Nurhadi. Dalam penggeledahan tersebut penyidik KPK menemukan sejumlah uang dengan berbagai macam mata uang asing dengan total Rp 1,7 miliar. Bahkan Nurhadi sempat mencoba menghilangkan atau merusak barang bukti dengan memasukkan dokumen yang telah disobek-sobek ke dalam kloset.

"Tidak ingat lagi tapi seandainya, itu terjadi semata kami lakukan dalam rangka aspek pelayanan karena kewenangan dalam hal administratif perkara itu berada di panitera," kilah Nurhadi.

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi sedang menjadi sorotan. Nurhadi menjadi sorotan setelah panitera sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Edy tertangkap tangan menerima uang dari pihak swasta terkait pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Saya sama sekali tidak tahu, isi perkaranya sama sekali tidak tahu," jawab Nurhadi.

"Itu Pak Edy bilang ada perkara di pusat tapi kok tidak dikirim-kirim, tapi saya tidak tahu betul isinya apa itu perkara, apakah seharusnya bisa dikirim atau tidak saya tidak tahu," kata Nurhadi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Nurhadi ngeles dan mengaku tidak tahu isi berkas yang dia minta ke Edy Nasution. Nurhadi juga ngeles jika berkas tersebut merupakan perkara dari Eddy Sindoro.

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (15/8) kemarin, Nurhadi mengakui menelepon panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution agar segera mengirimkan berkas Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) ke MA berdasarkan permintaan Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro.

"Kami sudah meminta keterangan Edy Nasution yang menerangkan Pak Edy pernah dihubungi oleh Pak Nurhadi yang mengatakan meminta agar berkas agar segera dikirim?" tanya jaksa KPK Joko Hermawan.

Nurhadi menjadi saksi untuk pegawai PT Artha Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno yang didakwa memberikan suap Rp 150 juta kepada panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution untuk menunda proses pelaksanaan aanmaning (peringatan/teguran) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan Kwang Yang Motor Co LtD (PT Kymco) dan menerima pendaftaran PK PT AAL dan PT First Media.

"Pernah. Namun terhadap apa yang disampaikan Eddy Sindoro tidak pernah saya menanggapinya secara serius, saya tidak memberikan janji apapun," ucapnya.

Nurhadi membantah kesaksian staf legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti yang menyebut dirinya pernah dikirimkan sebuah catatan terkait penanganan perkara. Dia juga menampik kata 'promotor' yang diutarakan Wresti saat memberikan kesaksian di PN Tipikor Jakarta Pusat yang merujuk kepadanya.

Dalam persidangan, Nurhadi mengaku pernah beberapa kali melakukan pertemuan dengan chairman PT Paramount Enterprise sekaligus mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro. Dalam pertemuan tersebut diakui Nurhadi, Eddy pernah membahas perusahaan yang tengah terbelit kasus hukum.

"Saya tidak tahu pengirimnya, bahkan supaya dipahami di sini penyitaan di kediaman tanggal 20 April sedangkan OTT (Operasi Tangkap Tangan) Pak Doddy dan Pak Edy tanggal 19 malam. Tanggal 19 berkas itu sudah ada, jadi saya robek sebelum ada penyitaan," jelas Nurhadi

Nurhadi menegaskan dia sama sekali tidak kenal dengan Wresti Kristian Hesti. Dia juga keberatan atas kata promotor yang ditujukan kepadanya.

"Saya disebut promotor itu salah sama sekali tidak benar. Sementara saya tidak kenal Wresti," katanya.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Nurhadi mengenal Doddy setelah dikenalkan oleh Eddy Sindoro yang sepengetahuan yang merupakan Direktur Utama PT Paramount Land. Tetapi Nurhadi mengaku tidak pernah bertemu dan berkomunikasi langsung dengan Doddy. 

Namun dalam pengakuan Nurhadi, ia memang sempat mendapat sebuah kiriman berupa dua amplop berwarna coklat yang satunya di dalamnya berisikan foto copy berkas perkara putusan milik Bank Danamon. Merasa tidak ada kepentingan dengan hal tersebut, dia merobek berkas salinan tersebut.

"Saya tidak ingat pasti yang jelas pada tanggal 19 April saya pulang kerja sekitar jam 8 malam. Di meja di lantai 2 ada dua dokumen yang satu sangat tebal yang satu sangat tipis. Saya buka, yang tebal saya hanya baca sepintas tertera foto copy putusan perkara pihaknya Bank Danamon. Saya tidak suka urusan begitu begitu. Saya masuk ke kamar berkas itu saya robek," beber Nurhadi.

Bahkan Nurhadi mengungkapkan keheranannya robekan kertas tipis itu oleh penyidik ditunjukkan dalam tiga bungkus plastik besar.

"Disita tapi yang saya heran saat ditunjukkan di penyidikan justru menjadi 3 plastik besar bisa saja dokumen itu difotokopi lalu disobek-sobek, karena kan dokumen itu tipis tapi menjadi 3 kantong besar. Saat rekonstruksi kok jadi banyak dan bukan putusannya Danamon," tambah Nurhadi.

Nurhadi berkilah tidak tahu siapa pengirim dokumen itu. Dia mengaku tidak tahu maksud pengiriman tersebut.

"Saya memang mengetahui Doddy tapi tidak pernah mengenal dan bertemu langsung. Kadang ajudan atau pengawal yang sampaikan Doddy ada di luar ada di pos. Dia (ajudan) cerita saja katanya ada Pak Doddy ya biarkan saja kan tidak ketemu saya," klaim Nurhadi.

Pegawai PT Artha Pratama Anugerah Doddy Aryanto Supeno yang juga staf Presiden Komisaris Lippo Grup Eddy Sindoro diketahui kerap mendatangi rumah Nurhadi yang berada di Jalan Hang Lekir V No 6 Jakarta Selatan. Hal itu juga diakui Nurhadi meskipun dia menampik bertemu langsung.
Menurut Nurhadi, saat Doddy sering mengunjungi rumahnya hanya bertemu dengan ajudan atau asisten atau pengawal rumahnya.

KPK Dalami Pengakuan Nurhadi Robek Dokumen Perkara Bank Danamon | PT. Solid Gold Berjangka

"Itu nanti biar dikroscek penyelidik kita yang pada waktu itu melakukan penggeledahan," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jalan H. R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (15/8/2016).

Nurhadi menceritakan, saat pulang kerja pada 19 April 2016 sekira pukul 20.00 WIB, dirinya melihat dua dokumen yang dimasukan ke dalam amplop coklat berada di meja lantai dua rumahnya. Namun, Nurhadi tak tahu siapa pengirim dokumen tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami pengakuan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman yang merobek dokumen foto kopi putusan perkara Bank Danamon. Perobekan itu dilakukan Nurhadi pada 19 April 2016, atau satu hari sebelum penyidik menggeledah kediamannya, di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan.

"Ada dua dokumen amplop cokelat, yang satu tebal dan yang satu tipis. Saya enggak tau siapa yang kirim dokumen, saya enggak pernah minta," kata Nurhadi dalam sidang terdakwa Doddy Aryanto Supeno, di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin siang.

Terkait perbedaan itu, Agus belum dapat memastikan kebenarannya. "Ya saya tidak tau, detailnya saya tidak tau," ucap dia.

Lantaran, dokumen itu berisikan perkara, Nurhadi kemudian membawanya ke kamar dan merobek dokumen tersebut. "Karena itu masalah perkara, saya tidak pernah minta dan saya enggak tau siapa yang ngirim. Lalu saya masuk ke kamar, berkas itu saya robek, saya masukan ke tempat sampah," terang dia.

Keterangan Nurhadi yang disampaikan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat dengan terdakwa Doddy Aryanto Supeno ini bertolak belakang dengan KPK. Pasalnya, KPK sebelumnya menyebut dokumen perkara itu dirobek istri Nurhadi, Tin Zuraida.

Sebelumnya, mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman mengaku merobek berkas putusan perkara Bank Danamon. Berkas itu dikirim ke kediamannya di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Nurhadi membuka dokumen yang tebal dan membaca sepintas dokumen tersebut. Ternyata, kata dia, dokumen itu merupakan fotokopi putusan perkara Bank Danamon.

KPK Sita Dokumen Perkara Bank Danamon di Rumah Nurhadi | PT. Solid Gold Berjangka

Dalam ‎kesaksiannya di sidang lanjutan perkara dugaan suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Nurhadi mengaku tidak mengetahui siapa pengirim fotokopi berkas yang belakangan diketahui perkara dari Bank Danamon. 

Tapi yang saya heran waktu penyidikan kenapa bisa jadi tiga plastik padahal itu satu lembar. Patut kita duga bisa juga barang kita yang ada di sana. Dan mungkin juga karena itu tipis menjadi tiga kantong besar," imbuhnya. Mendapat kesaksian tersebut, ‎jaksa penuntut umum (JPU) KPK langsung menanyakan barang apa saja yang disita penyidik di rumah Nurhadi. 

"Saya tidak tahu siapa yang ngirim dan saya buka yang tebal dan saya hanya membaca sepintas ternyata fotokopi dari berkas perkara di Danamon,"sambungnya. Nurhadi mengklaim tidak pernah meminta dokumen tersebut. Dia pun merobek kedua berkas tersebut saat berada di kamarnya dan membuang berkas itu ke tempat sampah. "‎Jadi yang pernah saya lihat itu merupakan fotokopi perkara. 

"‎Ada beberapa yang disita seperti uang dan lain-lain. Satu tempat di kotak sampah itu. Karena banyak itu kan putusan fotokopi Bank Danamon yang tebal itu. Tapi saat rekonstruksi kok banyak yang bukan putusan Danamon. Itu yang saya pertanyakan," jelasnya.

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurarachman‎ mengungkapkan, sempat menerima dua berkas yang berada di dalam amplop sebelum rumahnya digeledah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada 20 April 2016 lalu. 

"Saya ingat 19 April 2016 itu saya pulang kerja pukul 20.00 WIB di meja lantai dua di rumah ada dokumen satu tebal dan satu tipis berisi satu lembar,"kata Nurhadi kepada Hakim Supeno ‎saat memberikan kesaksiannya untuk terdakwa Doddy Aryanto Supeno di PN Jakpus, Senin (15/8/2016).